Penulis: Caca Soulisa "nama sapaan sehari-hari". Salah satu peserta penulisan essay yang diselenggarakan di desa Hila. |
Kondisi Maluku sebagai penghasil tanaman rempah pala dan
cengkeh telah begitu terkenal hingga belahan dunia internasional. Wanginya rempah Maluku terutama pala dan cengkeh
menyebabkan bangsa Eropa datang dan menguasai negeri ini selama ratusan tahun.
Pala Banda atau dikenal juga dengan nama pala
kepualauan Banda (Meristica
frangnant hout) merupakan
tanaman asli kepualauan Banda yang sudah begitu mendunia. Wanginya pala Banda bahkan mampu membuat bangsa Belanda dan Inggris saling bertikai dan berakhir dengan diadakannya
perjanjian Breda pada tahun 1667, dimana mereka harus rela bertukar pulau antara pulau Run yang
merupakan salah satu pulau panghasil pala di kepuluan Banda dengan empat
wilayah di negara Amerika Serikat pada yakni pulau Manhattan di kota New York,
Boston, Texas dan Florida.
Kini wanginya pala kepulauan Banda yang selama ini
menjadi primadona Maluku dan bahkan Indonesia mengalami
kemunduran karena ditolak masuk ke negara-negara Uni Eropa disebabkan karena
penanganan pasca panen yang tidak tepat.
Baru-baru
ini oleh General
Manager PT Kamboti
Pusaka Maluku yang merupakan satu-satunya eksportir pala di Maluku mengumumkan
bahwa, Pala Banda yang merupakan komoditi
unggulan Maluku telah ditolak untuk diekspor ke Uni Eropa. Hal ini diperkuat oleh laporan
direktur mutu dan pemasaran importir PT KPM di Roterdam, Belanda yaitu Verstegen Spices and Sauces BV
Evert Chan Versace pada saat pertemuan dengan Direktur Utama PT.KPM Frans
Paljama di kota Rotterdam Belanda pada hari Kamis, 24 Mei 2018.
Masalah ini
cukup menghawatirkan, sebab pala Banda yang telah diakui oleh UNESCO dan
ditetapkan sebagai warisan dari provinsi Maluku kini tidak mampu bersaing
sebagai komoditi eksport
unggulan dari Maluku.
Penolakan
ekspor pala Banda sendiri bukan tanpa alasan, akan tetapi penolakan tersebut disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya penanganan pasca panen oleh petani yang belum
tepat, serta petani yang belum menerapkan sistem praktik-praktik perkebunan
pala yang baik berdasarkan regulasi dan aturan yang telah ditetapkan oleh Uni
Eropa.
Penanganan
pasca panen yang dianggap belum sesuai dengan regulasi adalah sistem penjumuran
pala oleh petani. Petani Banda biasanya membutuhan waktu sekitar
sembilan hari penjumuran pada musim panas
untuk mendapatkan pala yang benar-benar kering. Hal ini sesuai dengan Stadar Nasional Indonesia yakni kadar air
pada pala kering adalah 10%.
Namun jika terjadi musim penghujan maka petani terpaksa melakukan pengasapan
pala dan fuli. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan regulasi yang
ditetapkan oleh Uni Eropa tentang keamanan pangan (food safety). Di mana mereka melarang dengan tegas bahwa biji pala
kering dan fuli tidak boleh terkena asap yang bersumber dari apapun.
Selain penjemuran, hal
lain yang sangat perlu untuk ditindak
lanjuti adalah sanitasi. Kebersihan dalam pengolahan pasca panen juga menjadi
perhatian penting. Penanganan yang tidak tepat akan berakibat pada kualitas
pala yang buruk diantaranya meningkatnya kandungan aflatoxin pada biji pala yang melebihi ambang batas. Ambang
batas atau multy rapid level cemaran Aflatoxin B1,B2,G1 dan G2 pada biji pala kering adalah 10 ppb.
Aflatoxin sendiri adalah senyawa racun yang
terkandung pada biji pala yang memicu pertumbuhan kanker pada manusia.
Menyadari
penuh bahwa petani tidak dapat disalahkan dalam hal ini, maka dari itu sangat
diperlukan kerja sama lintas sektoral
antara kementerian pertanian, kementerian perdangan, kementerian luar negeri
Indonesia serta Atase Republik
Indonesia bagian pertanian dan perdagangan untuk Uni Eropa. Kementerian
pertanian harus banyak melakukan sosialisasi / pebinaan tentang praktik-praktik
berkebun pala yang baik dalam hal ini adalah penanganan pasca panen. Serta
harus mampu bekerja sama dengan kementerian perdagangan untuk mensosialisasikan
mengenai standar dan regulasi ekspor pala ke Uni Eropa.
Diperlukan
juga bantuan penyediaan fasilitas pengeringan pala dan fuli untuk petani yang
tepat guna serta ramah lingkungan oleh pemerintah. Dibutuhkan
pula peran
aktif dari pemerintah provinsi Maluku dan pemerintah Kabupaten Maluku Tengah
dalam pembinaan berkelanjutan kepada petani dan pedagang pengumpul pala
di kepulauan
Banda
Pala Banda
yang merupakan komuditi unggulan harus tetap dilestarikan dan dijaga
keberadaannya. Oleh karena itu pemerintah
harus bersinergi untuk mengembalikan
kepercayaan negara-negara Uni Eropa terhadap pala banda yang ramah lingkungan
dan aman untuk dikonsumsi.